Selasa, 21 April 2009

Nyalakan Kembali Semangat Kartini

NYALAKAN KEMBALI SEMANGAT KARTINI

Oleh : M. Taufiqurrohman

Ketua Karang taruna Karya Muda Loram Wetan

Periode : 2007 -2010


Senin, 20 April 2009 satu babak baru bagi para generasi muda telah dimulai, UN untuk SMA/MA/SMK se- Indonesia, satu babak yang sejak tahun 2003 selalu ada peningkatan dalam standart kelulusan. Pengalaman tahun-tahun sebelumnya dimana banyak siswa yang tidak mencapai standart kelulusan atau bisa dikatakan tidak lulus, untuk Ujian Nasional tahun ini diharapkan tidak terulang kembali. Sudah bukan hal baru lagi bagi semua orang bahwa sekarang ini kita sudah ada di era globalisasi. Era dimana semua bangsa-bangsa di dunia ini saling bertarung antara satu dengan lainnya untuk bisa bertahan. Hanya bangsa yang siap secara mental, skill, pengetahuan, pendidikan, dan penguasaan teknologilah yang akan bisa survive dengan baik. Dalam era pasar bebas inilah generasi kita harus-harus benar-benar disiapkan dengan baik. Dan pendidikan adalah cara utama untuk membekali generasi muda kita. Generasi muda yang akan menentukan maju dan tidaknya Negara kita dimasa yang akan datang.

Sebagian orang beranggapan bahwa belajar adalah semata-mata kegiatan mengumpulkan atau menghafalkan baik itu hal-hal yang tersaji berupa data dan fakta maupun berupa mata pelajaran yang diberikan oleh guru. Kita ketahui bersama bahwa belajar dalam arti luas adalah rangkaian perubahan progresif yang berlangsung terhadap suatu individu, perubahan atau penyesuaian ini terjadi karena pengaruh lingkungan dimana individu tersebut hidup. Minat, bakat, kecerdasan, motivasi dan kemampuan-kemampuan kognitif adalah faktor psikologis yang utama mempengaruhi proses dan hasil belajar. Kehadiran motivasi pada diri seseorang akan senantiasa memberikan landasan dan kemudahan dalam upaya peningkatan prestasi juga dalam upaya mewujudkan cita-cita bahkan mimpi.

Di negeri kita ini masih banyak sekali terdapat ketimpangan-ketimpangan dalam berbagai hal, dalam hal pendidikan masih segar dalam ingatan kita tentang sebuah kisah perjuangan seorang anak bernama Lintang dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata yang sukses diangkat dalam layar lebar oleh sutradara Riri Riza. Seorang anak udik dari pesisir yang mempunyai motivasi kuat untuk bersekolah yang dengan segala keterbatasannya dapat memberikan inspirasi pada teman-temannya bahkan guru yang mendidiknya untuk tetap bersemangat dalam belajar dan menularkan pengalaman belajar. Meskipun ia mengalami kendala ekonomi dan harus menempuh jarak puluhan kilometer, serta ancaman buaya liar yang senantiasa menghalangi jalan satu-satunya menuju kesekolah, tidak membuat Lintang menyerah, pada akhirnya keadaan yang tidak lagi mendukung harus memupus keinginan besarnya untuk tetap bersekolah yakni ketika Bapak yang menjadi tulang punggung keluarganya meninggal dunia sehingga mau tidak mau ia harus menggantikan bapaknya untuk menghidupi keluarga. Jangan kita lupakan juga semangat dari pak Harfan seorang tua yang mengabdikan hidupnya dalam dunia pendidikan sampai akhir hayatnya, dalam mempertahankan sekolahan yang mendidik Lintang dan sahabat-sahabatnya meskipun hanya dihuni 10 anak didik dan infrastruktur sekolah yang 90 % dipastikan akan roboh.

Semangat pantang menyerah yang ditunjukkan tokoh-tokoh dalam Laskar Pelangi yang mengangkat kearifan budaya lokal dengan memberikan pendidikan karakter yang saat ini sudah mulai terlupakan. Pendidikan karakter adalah Pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Keikhlasan seorang guru dalam mendidik muridnya, ketulusan dan semangat anak –anak dalam mencari ilmu meskipun dengan banyak keterbatasan, juga kepedulian masyarakat ataupun pembuat kebijakan dalam hal penyediaan infrastruktur pendidikan semakin mempertegas ketimpangan – ketimpangan dinegeri ini, dinegeri yang banyak orang-orang pintar senang bermain dengan kepintarannya, yang berkuasa semakin mempertegas kekuasaannya dengan mensistematiskan pembodohan warga Negara. Yang pintar senang mengembang biakkan yang bodoh dengan kebodohannya, yang bodoh semakin bahagia karena tidak usah terlalu banyak pikiran yang terpenting adalah uang. Upaya memperbaiki pendidikan juga hal –hal yang lain harus kita akui gencar digalakkan oleh pemerintah, akan tetapi upaya yang mulia ini selalu mengalami kendala teknis maupun non teknis yang penyebabnya dari yang menjalankan upaya mulia tersebut.

Di negeri demokrasi ini, yang – ungkap Goenawan Mohammad – seperti bangunan yang tergopoh mengejar dirinya, tak mampu menampilkan wajah persaingan dengan nafas sejuk. Selalu ada pertikaian di tiap sudut, berulang muncul di tepian kalut.

Tapi tetap saja, kekuasaan menjadi incaran yang tak pernah dapat dibendung. Manusia, tetap saja berebut menikmati tangga posisi kuasa itu, walaupun dibarengi hujan tangis air mata saudara dan tetangga. Tapi inilah hidup, ketika hasrat tak mampu lagi dibendung dengan sekedar wacana (Munawir Aziz)

Di negeri yang kaya dengan hasil alam ini, yang – ungkap Muhammad Nasrurrohman- seperti dunia tukang kritik, baru sedikit saja melakukan kesalahan, bukan saling membenahi bersama agar kesalahan tidak cepat selesai, tapi kritik seolah hal utama yang harus didahulukan. Begitu pula dengan pemerintah, sudah tahu bukan bajunya, masih saja dipakai, ya… akhirnya tidak pas, tapi dipas – paskan, sehingga yang terlihat dagelan alias kekonyolan dalam menjalankan pemerintahan. Hidup memang sandiwara, tapi sandiwara tidak selamanya bias diterapkan dalam kehidupan, jika itu yang terjadi, sama halnya main sandiwara (baca : film), habis berakting, turun panggung sudah berbeda peran lagi, itu tidak masalah, tapi bagaimana dengan bayaran yang diterimanya, bukankah itu harus ada pertanggungjawabannya ? Apa mau pakai sistim KUHP (Kasih Uang Habis Perkara).

Satu abad yang lalu lahir seorang putri terbaik Indonesia, bernama Raden Ajeng Kartini seorang putri bangsawan yang berkepribadian relawan. Seorang yang mempunyai kesempatan belajar pada zaman itu dimana hanya kaum bangsawan yang bisa bersekolah. Seorang yang mempunyai semangat memperjuangankan hak setiap orang untuk mendapatkan ilmu pengetahuan terutama kaum perempuan yang dalam tradisi jawa hanya dijadikan pelengkap kehidupan bagi kaum laki-laki.

Mimpi dari seorang Kartini untuk merubah tradisi yang tidak adil ini adalah hal yang tidak mudah dalam mewujudkannya, banyak kendala-kendala yang dihadapi akan tetapi karena semangat yang tidak pernah berhenti maka alam dan kondisi sekitar membantu dalam mewujudkannya. Terutama ketika Kartini menikah dengan Bupati Rembang yang sebelumnya membuat Kartini khawatir cita-citanya untuk mencerdaskan rakyatnya terhalang karena statusnya sebagai seorang istri, tapi nyatanya malah sebaliknya sang suami mendukung cita-cita istrinya dengan mendirikan bangunan yang dikhususkan untuk proses belajar mengajar.

Kemauan kuat Kartini dalam upaya mencerdaskan kaumnya, semangat tiada henti meskipun kendala menghadang, ketulusan membantu dan meningkatkan kualitas intelektual sesame bahkan orang yang dibawahnya tanpa mengharapkan imbalan, membantunya dalam mewujudkan cita-cita. Semangat inilah yang harus kita nyalakan kembali, semangat yang sedikit banyak sudah meredup sehingga akhirnya padam.

Adalah sebuah kewajiban kita bersama menyalakan semangat Kartini, bersama mencerdaskan bangsa. Sekecil apapun membuat perubahan positif di lingkungan kita. Orang bijak mengatakan “ Hidup adalah untuk berjuang, mencari, dan menemukan. Bukan untuk menyerah…..!!! ”.

* Terinspirasi dari tayangan Metro Files (Ahad, 19 April) kemarin yang menceritakan tentang sosok R. A. Kartini dan disarikan dari pelbagai sumber.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar